Search

Dusun Pancur, Kerang Darah dan Local Wisdom

Dusun Pancur (Tanjung Nibung)

Awan hitam menggantung terlihat dihadapan kami ketika mulai beranjak dari Pelabuhan Teluk Batang. Menggunakan kapal yang dikenal sebagai kelotok dengan kapasitas 12-an penumpang dan mesin 25 PK, kami pun membelah muara menuju dusun Pancur atau dikenal juga sebagai Tanjung Nibung yang menjadi bagian desa Dusun Kecil Kecamatan Pulau Maya, Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat.

20 menit berjalan hujan disertai angin mulai menerpa. Senyum dan tawa kami masih menghiasi perjalanan yang merupakan pengalaman pertama bagi sebagian dari kami. Sampai situasi berubah dengan hujan dan angin kencang yang semakin besar. Deru berat suara mesin kapal beradu dengan besarnya gulungan ombak. Seketika kami pun sedikit terdiam, sambil sesekali mengawasi nahkoda kapal yang raut mukanya terlihat biasa, paling tidak indikasi situasi masih baik-baik saja. Sementara sebuah kapal yang tepat dibelakang kami berbelok ke hutan bakau untuk berlindung dari badai.

Kapal Kelotok

“Kita agak telat memang berangkatnya, harusnya jam 09:00 pagi tadi, tapi karena perjalanan teman-teman dari Ketapang hampir 3,5 jam maka kita baru berangkat pukul 11:30 dimana air surut dan memang potensi badai mulai terlihat sejak pagi”, ujar sang Nahkoda.

Diterpa Badai

Bersyukur pengalaman seram kami itu berganti dengan sebuah kegembiraan ketika masuk ke Dusun Pancur. Suasana khas masyarakat pesisir pun terlihat dengan kampung dimana rumah-rumah warga yang mengapit sungai kecil dengan sarat parkiran kapal-kapal milik warga. “Ramai kapal ini karena mereka nggak bisa melaut, karena badai tadi, padahal ini jadwalnya mencari kerang darah”, ujar Budi yang mendampingi kami saat itu.

Pria yang berasal dari Semitau Kapuas Hulu itu pun menceritakan bahwa masyarakat dusun Pancur menggantungkan hidupnya dari laut. “Kita lihat disini rerata keluarga punya kapal dengan kapasitas beragam, ada sampan kecil khusus juga, sebagian mereka mencari kerang, kepiting, udang karet, udang, ikan dan lainnya, jadi betul-betul mengandalkan hasil laut” ujar pria yang telah belasan tahun bergulat di wilayah Kayong Utara ini.

Pak Seni (Usu Seni) Tokoh Kampung Dusun Pancur

Perjalanan kami pun sampai ke rumah Seni, seorang tokoh masyarakat yang dikenal juga sebagai dukun besar di kampung ini. “Selamat datang, gimana kena badai tadi jang, hahaha gitulah di Pulau”, sapanya menyambut kami. Kami pun menyalami ia sambil berdecak luar biasa merujuk pada perjalanan tadi.

Kami pun berlanjut dengan bincang santai bersama pak Seni. “Sekarang memang saat musim kerang, kalau cuaca baik, siang hari pasti sepi di kampung ini, semuanya ke muara”, ujar pria yang berusia 70-an tahun ini.

Kerang Darah atau dalam bahasa latin Anadara granosa, adalah salah satu potensi laut yang ada di sebagian besar wilayah Indonesia. Kerang ini berkulit kasar dan daging dalamnya berwarna merah yang memiliki nilai ekonomis sebagai salah satu sea food yang digemari.

“Kalau musim kerang seperti saat ini, orang dari mana-mana datang ke dusun kami baik dari Teluk Batang, Dusun Kecil, Dusun Besar, Batu Ampar dan lainnya untuk mencari kerang, dalam 1 hari mungkin bisa terambil 1-2 ton-an lebih, kami saja kalo 1 hari beberapa jam bisa dapat 100 Kg, bayangkan disini KK-nya saja ada berapa orang, belum ditambah orang luar, jadi bagaimana kerang ini tersedia banyak ndak habis-habis seperti sebuah misteri”, ujar Seni kembali.

Kapal khusus untuk cari kerang darah

Suasana berburu kerang darah

Ia pun menceritakan bagaimana kampung mereka memiliki aturan yang kuat untuk mengatur pengambilan kerang di alam ini. “Disini kita atur dan sepakati bersama bahwa alat yang digunakan untuk mengambil hanya dengan tangan, tidak boleh pakai alat, kemudian besaran kerang yang diambil juga ditekankan dengan tegas tidak boleh ukuran-ukuran yang kecil, supaya mereka juga dapat berkembang, jadi kita bayangkan kerang ini akan tetap ada dan bermanfaat kalo kita juga menjaganya”, ungkap bapak yang cukup dihormati di kampung ini.

Masyarakat Dusun Pancur juga secara rutin mengadakan acara adat yang sering disebut “Caboh Kampung”. “Kita bersama meminta keselamatan bagi semua dari Sang Pencipta, ada adatnya, ada pantangannya juga, bagaimana tiga hari masa pantangan, orang tidak boleh mengambil apapun dari laut, dan kita tahu juga hidup dengan laut harus siap dengan bahaya alam serta binatang berbahaya seperti buaya dan yang lainnya” ungkap Seni kembali.

Kembali melihat potensi kerang di daerah ini memang luar biasa. Warga yang mengambil kerang biasanya menjual ke penampung. Ada tiga penampung di Dusun Pancur ini. Mereka membeli dengan harga yang disepakati warga yang saat ini per Kg dihargai Rp. 10.000,-. “Jadi kita warga rapat, tentukan harga, sehingga harga ini yang disepakati warga tidak dimonopoli oleh penampung”, jelas Seni kembali. Penampung pun membawa kerang hasil warga ke Teluk Batang yang kemudian di bawa ke Pontianak untuk dipasarkan kembali.

Bila musim kerang tiba, warga pun mendapatkan hasil yang lebih dari biasanya. Situasi ini bisa berlangsung hingga 3-4 bulan. Namun hidup dengan laut juga tergantung dengan kondisi alam dimana ada masa panceklik juga, mereka menyebutnya musim angin selatan yang biasanya terjadi pada bulan Juli atau Agustus. “Kalau sudah musim selatan, wah kita bisa istirahat total, makanya kita yang bergantung pada alam ini pun memahami bahwa semua rezeki itu ada yang ngatur”, ungkap salah satu warga.

Dusun Pancur memiliki wilayah pesisir, lembah dan juga bukit seperti khasnya wilayah di pulau-pulau. Warga sebagian besar memang menggantungkan diri dari hasil laut. Mereka bukan tak pernah mencoba peruntungan dengan bercocok tanam di darat. “Kami dulu pernah berladang padi tapi habis dibantai babi, pokoknya ndak ada hasil, jadi masih ngantungkan ekonomi ke laut-lah, maka kami betul-betul mengatur agar hasil laut ni tidak habis juga karena keserakahan kita”, pungkas Seni.

Demikianlah laut dengan komponen sungai, tanjung, muara, ombak, lumpur dan lainnya menjadi elemen-elemen yang harus dijaga dengan baik oleh warga dusun Pancur. Terjaganya ekosistem itu maka akan menentukan keberlanjutan pendapatan ekonomi mereka pula. Semoga kondisi ini tetap terjaga dan warga pun dapat memenuhi kebutuhan ekonominya, semoga. (Irwin-JWKS)

 

 

0 Komentar