Search

MEMUTUS RANTAI PRAKTEK IJON DESA TUALENE

 

Sebelum waktu bekerja selesai, ia sedang berbaring di bawah teriknya sinar matahari di hamparan sawah dengan rumput hijau di sekitarnya. Ia merentangkan tangannya selebar mungkin, sambil sesekali menghembuskan nafasnya dengan keras, terlihat rasa letih yang cukup kuat dari pria paruh baya itu.

Sembari melepas sepatu bootnya pria itu menggerakkan bahu tegapnya ke kiri dan ke kanan hingga menimbulkan suara “krek” yang cukup keras. Urat tangan terlihat timbul berbalut kulit legam yang menunjukkan ia sering beraktivitas di bawah terik cahaya matahari. Sudah menjadi keseharian baginya, pada hari itu ia berkunjung ke lahan sawah miliknya  seluas 3 hektar yang berlokasi di Desa Tualene, Kabupaten Timor Tengah Utara.

“Satu tahun terakhir sawah ini saya tanami padi jenis Ciherang yang bibitnya di beli langsung dari dari Balai BlH Kupang”, ungkap pria kelahiran tahun 1972 ini.

Pria Paruh Baya itu bernama Ruben Usatnesi  (50 tahun) yang berasal dari Desa Tualene Kabupaten Timor Tengah Utara  Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sapaan akrabnya adalah Ruben yang hanyalah lulusan Sekolah Dasar. Ia mengaku menjadi petani sejak usia remaja hingga kini.

Perkenalannya pertama dengan KSP CU Serviam sejak April 2017 silam. “Saya tahu CU Serviam, lalu saya paksa mereka sosialisasi di rumah saya”, kenangnya.

Saat kegiatan sosialisasi itu dari CU. Serviam menghadirkan Wakil General Manager yakni Etty Naja, yang didampingi oleh aktivis lainnya yakni Teresia Bokilia, Sisko Bell dan  Zenon Jawa. Setelah mendengarkan penjelasan dari tim, Ruben dan keluarganya begitu antusias untuk bertanya dan berdiskusi. Ia mengungkapkan tantangan bertani yang tak pernah ada perubahan karena dicengkram sistem ijon. Ijon sendiri merujuk pada praktek tengkulak yang membeli padi dengan harga murah saat masih hijau atau belum panen.

“20 tahun sudah, tidak berubah karena ijon”, ketus Ruben menyimpulkan sendiri, mewakili peserta yang juga memiliki latar belakang sebagai petani dan mengalami nasib yang sama.

Tim CU. Serviam pun memberikan solusi atas keluh kesah petani yang hadir saat sosialisasi di kediaman Ruben itu. “Begini kita ada program pinjaman grace period atau pinjaman yang dibayar saat panen, jadi bapak ibu tidak mesti menerima tawaran dari tengkulak, jadi jual saat panen tiba di pasar, harga akan jauh lebih baik, nah yang penting katong samua jadi anggota dulu ee”, seru Etty Naja.

Penjelasan itu pun disambut baik dan antusias oleh Ruben dan peserta yang lain. Terbukti setelah kegiatan secara berangsur mereka menjadi anggota CU. Serviam.

“Sebelum menjadi anggota Serviam, kita dapat pinjaman dari tengkulak, hasil panen 80% kembali ke mereka, kita ya tetap sedia kala, bersiap-siap hutang lagi di musim tanam berikutnya, beruntung kita bergabung dengan CU. Serviam”, ujarnya tersenyum.

KSP CU Serviam sendiri sebagian besar anggotanya berprofesi sebagai petani, diantaranya adalah petani sawah dan lahan kering. Mendengar keluhan anggota tersebut KSP CU Serviam mendorong para anggota menggunakan fasilitas pinjaman pertanian dengan sistem grace period  yang juga merupakan salah satu produk inovasi dari CU yang berkantor pusat di Kupang ini.

Ruben sendiri menjadi pioneer untuk pilot project CU Serviam di Desa Tualene. Lahan seluas 3 Ha miliknya ditanami benih padi unggul hasil kerja sama CU Serviam dengan Panah Merah, salah satu brand pertanian nasional yang juga turun langsung mendampingi petani.

Selain itu CU Serviam juga memberikan fasilitas pinjaman yang tersinergi mulai dari pengadaan bibit, operasional lahan, pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit.

Menjadi anggota CU Serviam, berangsur namun pasti kehidupan Ruben dan kawan-kawan semakin membaik. Mereka dapat menghasilkan panen yang baik dan dengan harga yang baik pula serta bisa menyisihkan untuk tabungan bagi pendidikan anak-anak mereka juga.

“Syukur saya nekad ajak Serviam sosialisasi di rumah, lalu saya habis-habisan curhat, dan didengar serta difasilitasi CU Serviam, jadi kami bisa terlepas dari cengkraman hantu ijon”, pungkasnya dibarengi tawa yang lebar. 

Semilir angin persawahan menyentakkan Ruben dari rehat sejenaknya. Dipandanginya hamparan sawah miliknya dan petani lainnya yang terlihat mulai menguning. Semburat senyum menghias diwajahnya seakan ingin berucap, terima kasih Serviam, Melayani Dari Hati. (ditulis oleh Zenon Serviam)

artikel ini merupakan tulisan peserta pelatihan menulis yang dipandu Koordinator JWKS

 

 

 

0 Komentar