Search

Kristin, Perempuan Pemberdaya

Foto : Kristin dan salah satu rekannya

Tetes keringat meleleh di dahi perempuan muda berkulit putih dengan rambut panjang yang diikat. Sesekali keringat itu ia seka dengan lengannya yang berbalut sweater merah jambu. Sengatan sinar mentari tak menyurutkan aura semangat dari dara cantik kelahiran 1995 ini. Cuaca hari itu memang terik, namun tak menyurutkan langkah perempuan itu di hamparan lahan yang cukup luas. Matanya memandang ke cakrawala di depan. Ya, didepannya menanti lahan yang siap diolah menjadi sebuah lahan produktif yang akan ditanami jagung hibrida.

Perempuan itu bernama Kristin Socin Assari  (27 tahun) yang berasal dari Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan Barat. Perempuan tamatan Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Yogyakarta ini, sekarang telah menjadi bagian staf KSP CU Nyai Anta (CUNA) yang berpusat di Nanga Taman, Kabupaten Sekadau.

“Satu tahun tiga bulan sudah saya bergabung dengan CUNA, dan saya bersyukur bisa mengaplikasikan ilmu saya untuk mendampingi pertanian anggota di tanah kelahiran saya, pulang kampunglah ceritanya”, ujarnya sambil tergelak disela kegiatan pendampingan.

CUNA sendiri sebagian besar anggotanya berprofesi sebagai petani, diantaranya adalah petani sawit dan karet. Fluktuasi harga yang sering terjadi mendorong, CUNA untuk melakukan terobosan mendorong para anggotanya untuk memiliki varian usaha pertanian lainnya, salah satu pilihannya jatuh pada jagung hibrida.

“Kita prihatin ya ketika harga komoditi karet dan sawit anjlok, maka anggota kita yang berprofesi sebagai petani tentu mengalami kendala, nah setelah kita juga mendapat masukan dan pendampingan dari Puskop Credit Khatulistiwa (Puskhat), diputuskan untuk mendorong anggota untuk memiliki varian pendapatan lain dari hasil cocok tanam, salah satunya jagung hibrida”, ungkap Anselmus Herman yang juga Manager CUNA.

“Tentu untuk mendorong anggota memiliki usaha pertanian yang lain juga tak semudah itu, mereka butuh contoh, nah kita mulai dari staf dan anggota yang berminat, bersyukur salah satu staf kita juga punya skill pendampingan petani, yakni Kristin”, tambah pria yang sering disapa Ansel ini.

Dua orang yang menjadi pilot project dalam kegiatan pendampingan ini adalah Lorensius Juniyo dari Nanga Taman dan Yohanes dari Cenayan. Melewati proses yang tak cukup lama mereka berdua saat ini telah memiliki lahan jagung hibrida yang cukup luas.

“Lumayan yang sudah tertanami dan mulai panen”, ungkap Juniyo yang juga salah satu staf di CUNA. Sementara itu Yohanes salah satu anggota yang berprofesi sebagai petani mengaku bersyukur mendapat dampingan dari CUNA. “Dulu sebelum tanam jagung ketika sawit-karet anjlok ya pasrah, sekarang kita masih ada jagung, jadi lebih tahan banting-lah”, ujarnya sambil bercanda.

Kristin sendiri menjelaskan proses dan tantangan selama mendampingi para petani untuk menanam jagung. “Yang pertama kita memang beberapa kali ikut pelatihan yang dilaksanakan oleh Puskhat mulai dari membuat analisa usaha, survey lahan, buka lahan, pemilihan bibit dan pembibitan, penanaman, proses pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, pra panen, panen, pasca panen hingga alur pemasaran, nah ini yang kita terapkan bersama petani, dan puji Tuhan hingga kini dapat berjalan dengan baik, kalo kendala paling hama ya, ini juga kita konsultasikan cara pengendaliannya dengan mentor kita juga”, ungkap perempuan yang masih lajang ini.

Antonius Doni Olla, salah satu staf Puskhat yang khusus melakukan pendampingan usaha-usaha produktif di CU Primer menyampaikan bahwa Puskhat mendukung penuh kegiatan yang telah berjalan kurang lebih tiga tahun ini. “Jadi Puskhat telah menyiapkan resource untuk pengetahuan dan ketrampilan, kemudian juga di pendampingan dan tentunya di pemasaran, kita tahu jagung hibrida ini ter-integrasi juga dengan usaha ayam petelur yang  digalakkan di beberapa CU, jadi serapan pasar sudah pasti tinggal kita menggenjot produktivitasnya lagi”, ujaranya bersemangat.

Menariknya dari pemberdayaan dan pendampingan yang dilakukan dengan sinergi ini melahirkan petani-petani muda dan wirausahawan ternak ayam petelur. Kristin yang juga bagian dari pelaku pertanian dari kalangan milenial mengaku tidak malu dengan aktivitas-aktivitas yang ia tekuni sekarang.

“Mengutip quotes Che Guevara, petani itu seseorang yang berkeyakinan baik, orang yang bermoral tinggi dan memiliki cinta pada kebebasan yang kokoh, jadi menjadi petani adalah sebuah kehormatan dan kebanggaan”, pungkasnya.

Terik matahari tergantikan dengan bahagia saat melihat kilatan keemasan dari butir jagung yang berpendar cahaya sang surya. Terlihat jagung-jagung dengan kelobot yang dibiarkan terbuka tanda masa panen sebentar lagi tiba. Sayup-sayup lagu dari Franky dan Jane yang berjudul Menyambut Musim Petik, terdengar dari pondok terbuka disela lahan jagung. “Menyambut musim petik, tangan berpegang tangan, perempuan menari dengan kain merah-kuning dan hijau, kaki-kaki dihentakkan,….” (Ogi-CU. Nyai Anta)

artikel ini merupakan tulisan peserta pelatihan menulis yang dipandu Koordinator JWKS


0 Komentar