Search

Petani Sawit Minta Respon Cepat dari Pemerintah atas Susahnya Menjual TBS dan Anjloknya Harga

Foto : Antrian Truck Angkut TBS

Fenomena pelarangan ekspor CPO oleh pemerintah sejak akhir April lalu membawa dampak yang cukup luas. Hampir merata di daerah berbasis perkebunan sawit terlihat antrian truck pengangkut TBS. Membludaknya antrian ini juga karena kapasitas olah Pabrik terbatas sementara stock masih banyak.

Akibat dari hal itu Pabrik tidak sanggup lagi menampung Tandan Buah Segar (TBS) petani karena tangki penampungan CPO Pabrik Kelapa Sawit (PKS) penuh semua. Tentu hal ini banyak dikeluhkan petani apalagi fenomena ini juga dibarengi dengan turunnya dengan harga TBS.

Perusahaan sendiri banyak yang sudah memiliki kebun yang mereka kelola dan produksinya mencukupi kebutuhan mereka sendiri. Sementara itu banyak buah dari petani mandiri mereka tolak karena kapasitas tamping yang terbatas.

“Wah turun lagi harga, padahal awal tahun harga beranjak naik, jadi cukup mengkhawatirkan juga”, ungkap Asep salah satu petani di Kecamatan Sungai Melayu.

Sementara itu hasil rapat penetapan indek dan harga TBS oleh Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat menetapkan harga TBS untuk usia tanam 3 tahun sebesar Rp. 2.710,-.

Info Harga TBS per 17 Mei 2022

Mensikapi hal itu, petani kelapa sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menggalang aksi keprihatinan petani sawit dari 22 provinsi. Aksi dilakukan serentak pada 17 Mei di Jakarta.

Ada lima pesan petani kepada pemerintah. Pertama, menyampaikan aspirasi kepada Presiden Joko Widodo supaya melindungi 16 juta petani sebagai dampak turunnya harga TBS sawit sebesar 70% di 22 provinsi sawit.

Kedua, Meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau ulang kebijakan larangan ekspor sawit dan produk MGS serta bahan bakunya karena dampaknya langsung ke harga TBS sawit.

Ketiga, meminta Presiden Joko Widodo tidak hanya mensubsidi MGS curah, tapi juga MGS Kemasan Sederhana (MGS Gotong Royong). Dan untuk menjaga jangan sampai gagal, kami meminta memperkokoh Jaringan distribusi minyak goreng sawit terkhusus yang bersubsidi dengan melibatkan aparat TNI-Polri.

Keempat, dengan segera pemerintah membuat regulasi yang mempertegas PKS dan Pabrik MGS harus 30% dikelola oleh Koperasi untuk kebutuhan domestik, biar urusan ekspor di urus oleh Perusahaan besar, sehingga kejadian saat ini (kelangkaan MGS) tidak bersifat musiman (tidak terulang lagi).

Kelima, meminta Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Menteri Pertanian supaya merevisi Permentan 01/2018 tentang Tataniaga TBS (Penetapan Harga TBS), karena harga TBS yang diatur di Permentan 01 tersebut hanya ditujukan kepada petani yang bermitra dengan perusahaan. Padahal petani bermitra dengan perusahaan hanya 7% dari total luas perkebunan sawit rakyat (6,72 juta ha).

Tentu petani sangat berharap respon yang cepat dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. (Rky-JWKS)




 

0 Komentar