Search

Hal yang Biasa, Pasangan Beda Pilihan Politik

“Berbeda pilihan dalam Pilkada walau satu keluarga, bahkan suami-istri itu biasa, ini menunjukkan kedewasaan kita berdemokrasi”, ujar Ika seorang ibu mengungkapkan pengalaman yang ia alami.

Pada perhelatan Pilkada 9 Desember 2020 yang lalu ia dan suami mengaku berbeda dalam memilih calon pemimpin Ketapang. Tentu dengan berbagai alasan dan pendapat masing-masing.

“Suami memilih paslon yang lain karena mereka memang bersahabat dan tertarik dengan program-program yang ditawarkan, sementara saya memilih paslon yang memang telah berpengalaman memimpin”, timpalnya sambil tertawa.

Memang demokrasi sejatinya adalah tiap individu bebas menentukan pilihan secara sadar dan sukarela tanpa adanya paksaan maupun intimidasi.

“Tak perlu fanatisme berlebihan pada sosok-sosok tertentu karena ini dan itu, kita tentu memilih pemimpin yang terbaik, masalah yang terpilih nanti bukan pilihan kita, it’s okey saja, tinggal kita awasi sejauh mana ia memimpin daerah kita”, ujar Herman salah satu pemuda yang JWKS temui.

Memang perbedaan terutama dalam menentukan pilihan terkadang membuat gesekan-gesekan. Hal itu terjadi karena kurang kedewasaan dalam berpolitik atau penyebab lainnya. Tentu hal itu tak mungkin terjadi kalau pemilih memiliki pamahaman dan kedewasaan.

“Untuk apa kita bentrok, bermusuhan, ini kan even lima tahunan, sementara kita bersahabat dan berelasi satu dengan yang lain kan setiap hari dan diharapkan berlangsung sampai akhir hayat”, pungkas Rahmat kembali.

Kisah berbeda dalam pilihan di suatu keluarga menjadi salah satu kisah menarik dibalik perhelatan Pilkada. Ini menggambarkan bagaimana kian hari masyarakat kita semakin baik pendidikan dan pengalaman berpolitiknya. (JWKS)

0 Komentar