Search

Ketika Hukum Adat Menjadi Rambu yang Efektif sebagai Bagian Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam Mensukseskan Pelaksanaan Pesta Demokrasi

 
Foto : Herkulanus Djehuli Sihit, salah satu Pemuka Adat Masyarakat Desa Batu Mas

Malam merambat pelan seiring dengan bunyi serangga malam khas suasana kampung di sebuah desa yang bernama Batu Mas yang masuk wilayah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Sebuah Desa yang dapat ditempuh kurang lebih 2,5 jam menggunakan kendaraan bermotor dari ibukota kabupaten.

Di sebuah rumah terlihat seorang pria yang cukup sepuh tengah menikmati secangkir kopi. Di kepalanya ia mengenakan ikat kain batik khas masyarakat Adat Dayak yang sering disebut dengan tikuluk. Dibelakang kursinya tergantung beberapa kerajinan tangan yang menyerupai tas berbahan baku kulit kayu.

Nama Pria berusia 75 tahun itu  Herkulanus Djehuli Sihit, seorang tokoh masyarakat adat Dayak Gerunggang yang bergelar “Orang Kayo Patih Gajah Mado” yang juga pensiunan PNS dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Sekolah di SDN 04 Batu Mas.

JWKS, malam itu berkesempatan mewawancarai pria ramah yang juga suami dari Elisabet Kiobu seorang ibu yang juga terampil dalam anyam-menganyam kerajinan tangan berbahan dasar rotan.

Tema diskusi kami malam itu mengenai bagaimana praktek baik dari kearifan-kearifan lokal masyarakat adat dalam bentuk hukum-hukum adat menjadi rambu yang efektif dalam memperlancar penyelenggaraan even demokrasi seperti Pilkada Serentak yang tahapannya sedang berlangsung saat ini. Berikut wawancara JWKS dengan bapak dari tujuh anak ini.

JWKS    : "Sejak kapan aktif dalam kegiatan khususnya di k-eadatan dalam masyarakat adat khususnya di Batu Mas ini, kemudian sejak kapan bapak mengikuti kegiatan Pemilu?"

Herkulanus Djehuli  : "Saya aktif di kegiatan ke-adatan sejak tahun 2000. Kemudian ikut Pemilu, berpartisipasi sejak tahun 1971 hingga 2019".

JWKS    : "Apa tantangan yang bapak lihat terkait dengan penyelenggaraan Pemilu yang bapak ikuti selama ini?"

Herkulanus Djehuli  : "Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya partisipasi masyarakat ada, namun ada dua hal tantangan khususnya bagi pemilih lansia dan pemilih pemula. Nah, perlu sosialisasi secara baik dan terus menerus agar pemilih mengetahui betul aturan dan teknis dari pelaksanaan pemilu ini, sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan lancar dan damai".

JWKS    : "Sebenarnya apa sih peran dari Tokoh Adat dan seberapa penting mereka dilibatkan dalam pemilu?".

Herkulanus Djehuli  : "Di dalam kegiatan pemilu, tokoh adat dan tokoh masyarakat dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan atau sosialisasi untuk memperlancar penyelenggaraan kegiatan tersebut. Tentu supaya tidak terjadi penyimpangan atau keributan yang dapat mengganggu keamanan. Nah di bidang keamanan ini, kami tokoh pemuka adat dan tokoh masyarakat memberikan rambu-rambu yang ditangani oleh adat, supaya ditaati masyarakat seluruhnya demi kelancaran dan kesuksesan pemilu".

JWKS    : "Apakah ada contoh spesifik dari rambu-rambu dalam bentuk aturan adat tersebut terkait pemilu?".

Herkulanus Djehuli  : "Di dalam pemilu sendiri tentu ada aturan-aturan yang tentu dapat diselaraskan dengan atura-aturan adat dalam suatu komunitas masyarakat, termasuk masyarakat adat Gerunggang. Misalnya pelanggaran atau penyimpangan seperti perusakan sarana-sarana pemilu, propaganda yang menimbulkan bentrok antar golongan itu ada aturan da nada sanksi adatnya".

JWKS    : "Rincinya pak, seperti apa?".

Herkulanus Djehuli  : "Contoh aturan dan sanksi adat yang membantu pemerintah untuk memperlancar kegiatan pemilu misalnya;"

  1. Merusak Baliho. Itu istilahnya sabong tolor, ade runti bisa diartikan nyawa hidup ndak dimatian, buat kukoh hendak diturunan, itu sanksinya bisa mencapai 16 tajau sebuah menurut adat Gerunggang.
  2. Penggelembungan suara. Penggelembungan suara dikategorikan tipu somon, uyok lanjor, bepenowu surang, bepemandai sikok. Berarti itu ingin menang sendiri dengan cara tidak sehat atau tidak baik. Maka sanksi adatnya maksimal 3 buah tajau.
  3. Kalau ada seseorang atau terdapat suatu golongan memaksakan pendapat, harus memilih didalam golongan tersebut dengan cara memaksa, maka sanksinya menokalan gadong ke babi, Mengoyetan unak ke tepayan. Memaksa dengan cara yang tidak baik, maka sanksi adatnya bisa 16 tajau sebuah.
  4. Penghinaan terhadap salah satu kandidat calon oleh golongan yang lain, namanya coku cole, oncok bidau. Berarti penghinaan ini disamakan dengan rencana untuk menurunkan martabat seseorang, maka dapat dikategorikan dengan pembunuhan secara tidak langsung (fitnah). Maka ini bisa dikenakan dari tajau 3 sampai tajau 5.

 

JWKS    : "Sebenarnya apa sih yang menjadi harapan dari tokoh pemuka adat?".

Herkulanus Djehuli  : "Orang-orang adat ingin selalu damai dan tenteram. Maka tokoh-tokoh adat mensosialisasikan ke masyarakat adat untuk melaksanakan pemilu secara damai, tentram dan dapat berjalan dengan sukses. Harapannya tentu hal ini dilakukan dengan mentaati aturan serta tidak memberikan contoh-contoh tidak baik yang dapat berakibat sanksi hukum".

JWKS    : "Seberapa efektif penerapan hukum adat ini menjadi rambu-rambu dalam pemilu?".

Herkulanus Djehuli  : "Pemilu itu ibarat sebuah acara yang besar. Maka dalam acara tersebut disarankan untuk mentaati aturan-aturan adat yang bila dilanggar akan ada sanksi-sanksi. Masyarakat adat Gerunggang sangat mentaati aturan-aturan tersebut sehingga selama pemilu berlangsung belum pernah ada hal-hal yang berakibat pada saksi ke-adatan".

JWKS    : "Bagaimana harapan bapak terhadap pelestarian kearifan lokal khususnya seperti mengenai hukum adat untuk di masa mendatang?".

Herkulanus Djehuli  : "Perlu ada kesadaran bersama untuk melestarikan, turun temurun. Generasi muda juga harus mulai belajar mengenai hal ini sehingga ini tetap lestari".

Foto : Salah satu aktivitas Herkulanus Djehuli dalam kegiatan peresmian yang menggunakan ritual adat

Banyak pelajaran yang kita dapat dari penuturan pria yang sangat fasih dengan kekayaan khasanah khususnya mengenai adat istiadat yang masih dipegang teguh hingga saat ini. Tentu hal ini pun mesti menjadi perhatian dari semua bagaimana kearifan lokal menjadi sebuah values yang masih dipegang teguh oleh masyarakat yang harus dilestarikan.

Indonesia dengan keragaman dan berbagai kearifan lokalnya menjadi warna tersendiri. Bagaimana hal tersebut tak lekang oleh waktu dan dapat bersinergi dengan aturan-aturan dan ketetapan yang mendukung salah satu agenda demokrasi yakni pelaksanaan pemilukada.

Tak terasa malam kian larut, wawancara JWKS bersama  Herkulanus Djehuli, seorang tokoh adat Gerunggang pun mesti diakhiri. Dinginnya malam di awal bulan November itu berpadu dengan  irama serangga malam yang kian bersahutan membuat harmoni yang membentuk sebuah simponi indah. Layaknya keragaman dalam pesta demokrasi yang mesti dirayakan dengan kegembiraan, damai dan berkualitas.


Pewawancara    : Petrus Dedek – JWKS
Editing                : Tim JWKS


0 Komentar