Search

Harapan Petani Tradisional dalam Pilkada Ketapang


Foto : Proses pembakaran lahan yang dilakukan petani setelah melewati proses perijinan untuk membuka lahan dari pihak terkait sebagai bagian untuk menghindari KARHUTLA

Pesta demokrasi Pemilihan calon Bupati dan wakil Bupati sebentar lagi akan berlangsung  pada tanggal 09 Desember 2020. Dalam momen tersebut masyarakat kabupaten ketapang akan menentukan siapa yang menjadi pemimimpin bagi kabupaten dengan wilayah terluas di provinsi Kalimantan Barat ini.

Pemilihan langsung dengan mekanisme satu orang satu suara menempatkan setiap individu dalam pemilihan umum nanti atau pesta demokrasi yang juga dilakukan dimasa pandemi ini memiliki posisi yang sama penting. Baik itu kelas menengah, pengusaha dan elite posisinya sama dengan petani, nelayan, bahkan kaum miskin sekalipun.

Pesta demokrasi nantinya menyediakan tempat yang sama kepada semua individu yang memiliki hak pilih. Dalam pesta demokrasi Pilkada langsung nanti para petani merupakan salah satu pemilih yang potensial dimana mereka tersebar baik di pesisir maupun pedalaman. Artinya suara petani sangatlah penting untuk di peroleh dari tiap masing–masing paslon untuk menuju KB 1 G.

Petani yang menjadi salah satu lumbung suara potensial. Apakah dalam kampanye ataupun visi dan misi serta program kerja dari tiap paslon, aspirasi petani terakomodir? Hal itu menjadi catatan tersendiri.

Bicara petani tentu merujuk mulai dari proses pemanfaatan lahan, membuka lahan, penanaman, perawatan dan pemeliharaan, mekanisasi pertanian, panen dan pasca panen serta tentu proses pemasarannya.

Fakta menunjukan sampai hari ini walaupun petani merupakan salah satu pemilih potensial bagi tiap paslon pemimpin daerah namun kehidupan petani masih dalam wajah aslinya dan belum ada perubahan yang terlalu signifikan. Masih banyak permasalahan yang dihadapi petani misalnya masih terkendalanya akses untuk fasilitas bibit, pupuk dan obat-obatan serta rendahnya harga jual hasil produksi pertanian. Selain itu khusus bagi petani tradisional adalah kesulitan dalam melakukan pembakaran lahan yang telah menjadi bagian proses perladangan yang menjadi kearifan lokal turun temurun.

Aktivitas pembukaan lahan dengan cara dibakar ini selalu dikaitkan dengan bencana kabut asap. Seperti tahun 2019 yang lalu dimana terjadi bencana kabut asap, petani/peladang tradisional kerap disalahakan bahkan ditangkap. Padahal mereka melakukannya dalam skop kecil dan melakukan “manajemen resiko” dengan membuat sekat-sekat bakar dan terlebih kebanyakan mereka hanya untuk memenuhi kebutahan pangan keluarga mereka dari benih-benih padi yang disimpan dari panen di tahun sebelumnya, namun aktivitas tersebut kerap berhadapan dengan proses hukum.

Walaupun telah ada regulasi berupa Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 103 Tahun 2020 tentang Pembukaan Areal Lahan Pertanian Berbasis Kearifan Lokal, namun dalam prakteknya tak semudah itu karena harus melewati birokrasi yang cukup panjang.  

Ada proses-proses birokrasi yang harus dilakukan oleh petani tradisional yang akan mengolah lahannya dengan cara dibakar. Salah satunya yakni Yohanes Sumardi yang tahun 2020 ini yang juga berladang serta sudah menyiapkan lahannya di kawasan Desa Suka Maju, Kecamatan Muara Pawan. Setelah dia menebas lahan dan membuat parit sekat, tibalah saatnya untuk membakar lahan tersebut.  Ia pun berinisiatif untuk berkoordinasi dengan petigas Pos pejaga hot spot yang tak jauh dari ladangnya.

Selanjutnya dari pihak DAMKAR menyarankan agar ia melaporkan juga kepihak desa, selanjutnya dari pihak desa meyarankan harus melapor ke pihak POLSEK dan KORAMIL yang nantinya bila disetujui akan menyampaikan hot spot tersebut dengan nama titik hot spot Yohanes Sumardi.

Setelah tahapan birokrasi disetujui maka Yohanes Sumardi baru bisa melakukan proses pembakaran lahan dengan diawasi oleh aparat terkait. Bila hal itu tak dilakukan bukan tak mungkin saat membakar lahan tiba-tiba akan disiram air oleh helkopter khusus, atau si petani akan diberi sanksi.

Foto: Lahan yang telah dibakar

Terkait Pergub ini Aliansi Peladang Kalbar telah mendesak Pemerintah Provinsi Kalbar untuk segera merubah Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 103 Tahun 2020 tentang Pembukaan Areal Lahan Pertanian Berbasis Kearifan Lokal menjadi Peraturan Daerah (Perda) pada 21 Juli silam di Pontianak. Hal ini tentu bertujuan agar aktivitas berladang khususnya bagi petani tradisional bukan menjadi hal yang harus dilarang, apalagi aktivitas ini adalah bagian usaha masyarakat untuk meningkatkan ketahanan pangan warga.

Keberpihakan dan kepedulian pemimpin daerah terhadap hal-hal semacam ini sangat dinanti masyarakat, tanpa terkecuali petani. Bagaimana pemimpin juga memiliki konsep pembangunan strategis yang dapat diimplementasikan dengan nyata termasuk program yang mengakomodir kebutuhan petani termasuk petani tradisional. Jangan saat musim Pilkada mereka hanya menjadi isu dagangan diatas kertas saat kampanye saja, namun saat terpilih tak kunjung direalisasikan.

Pilkada sebagai momen demokrasi lima tahunan harus menjadi pencetak pemimpin-pemimpin yang berkualitas. Pemimpin-pemimpin yang memperhatikan juga nasib rakyatnya, termasuk petani. Mari kita sukseskan Pilkada Kabupaten Ketapang 09 Desember nanti dengan menyampaikan hak pilih kita secara aktif untuk memilih pemimpin terbaik bagi Kabupaten Ketapang lima tahun ke depan.

Penulis        : Noman K
Editor          : Tim JWKS




0 Komentar