Search

Diskusi Buku Ilmu Credit Union Bersama Penulisnya, Munaldus.

Foto : Suasana Diskusi Buku "Ilmu Credit Union" via Google Meeting

Munaldus yang Aktivis Pemberdayaan dan pengarang 14 Buku tentang CU
“Ke depan bagaimana CU (Credit Union) sebagai sebuah lembaga pemberdayaan dapat menarik kaum milenial untuk berkoperasi, ini sangat penting menjadi perhatian dan fokus bersama”, ungkap Munaldus salah satu aktivis gerakan CU di Kalbar saat diskusi online pada Kamis, 23/07/2020 lalu.

Buku yang ia bahas saat ini berjudul Ilmu Credit Union merupakan buku ke-14 karyanya. Setelah sebelumnya karya-karya yang ia telah tulis diantaranya : CU: Kendaraan Menuju Kemakmuran (2012), Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union (2013), Kiat Mengelola Credit Union (2014), Exciting Journey (2015), Optimze People (2015), Revolusi Mental (2015, bersama 19 pengarang lain), Beware The Beast Within (2016), Simphoni Di Tanah Dayak (2016), Koperasi: How To Grow and Sustain (2017), Kidung Di Tampun Juah (2017), Mimpi Dunia Lain (2018), Yo Te Amo (2018) dan Metodologi Kredit Usaha Produktif (2019).

Buku-buku yang ia tulis adalah hasil pengalaman dan pendokumentasian pengetahuan tentang CU yang telah ia lakukan sejak tahun 1990-an. Dosen Matematika ini adalah salah satu pendiri CU terbesar di Kalbar yakni Keling Kumang dan Pancur Kasih.

Dalam diskusi kali ini diikuti 28 aktivis yang sebagian besar nerasal dari aktivis CUPS yang berkantor pusat di Ketapang. “Kita memang sengaja mengundang pak Munal untuk memotivasi serta meng-update pengetahuan para aktivis kita tentang ilmu-ilmu CU, hal ini sebagai bagian yang menunjukkan bahwa kita adalah organisasi yang pembelajar”, ujar Didik Eko Purwantoro Ketua BOD CUPS.

Alkap Pasti yang dalam kegiatan ini menjadi moderator mengungkapkan bahwa banyak pengetahuan menarik yang dapat menjadi referensi dan tantangan tersendiri bagi pemberdayaan lewat khususnya bagaimana menarik kaum milenial. “Milenial memiliki karakteristik yang unik, dan tentu cara pendekatannya tidaklah sama ketika berhadapan dengan generasi X dan Baby Boomers, nah di buku ini kita juga diajak menyelami seperti apa gambaran milenial, khususnya terkait dengan perencanaan keuangan”, ungkap Alkap, yang saat ini juga sedang menyelesaikan sebuah buku berjudul CUPS Way ini.

Diskusi pun mengalir secara aktif dengan durasi hingga dua jam. Beberapa hal yang didiskusikan yakni tentang manajemen asset dan resiko, kiat menggaet milenial, CU dan Spin Off serta bagaimana menjaring regenerasi pengurus-pengawas dan SDM berkualitas.

Dalam statemen terakhir saat diskusi Munaldus menyampaikan analogi ilalang dan gandum. “Kita tak bisa membatasi dalam sebuah organisasi yang kita ibaratkan sebagai kebun, pasti ada ilalang dan gandum, namun pada akhirnya akan tiba dimana kita akan memanen mana yang gandum sementara ilalang kita kumpulkan untuk di bakar, nah sebelumnya tentu menjadi penting adalah mana yang harus lebih banyak (dominan) dan subur. Seperti itulah kita, SDM kita yang kualitas gandum harus lebih banyak dan belajar terus menerus,” pungkasnya.

Organisasi pemberdayaan seperti CU memang mesti terus belajar dan belajar secara berkesinambungan. Ilmu itu menjadi penting dan bagian dasar untuk dapat diimplementasikan dalam opersional serta pelayanan kepada anggota dan masyarakat. Semoga gerakan pemberdayaan seperti CU ini dapat terus berkesinambungan, semoga. (Sup-JWKS)