Search

Pemerintah Harus Siapkan Program untuk Atasi Krisis Pangan setelah Krisis Kesehatan Berakhir

Foto salah satu sawah yang ada di Kab. Landak
 Gelombang kedua setelah krisis kesehatan masyarakat adalah krisis pangan. Hal itu diyakini sebagai akibat terganggunya produktivas petani dan terganggunya arus penjualan komoditi pertanian serta penyediaan bibit, pupuk, obat dan penunjang pertanian lainnya. Solusi Impor dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam tidak bisa menajdi harapan karena mereka juga mengalami hal yang kurang lebih sama di dalam negrinya. Akibatnya bahaya krisis pangan di negara peng-konsumsi nasi terbesar ini di depan mata.

Dilansir dari Tirto.id, Direktur Utama Bulog Budi Waseso menyiapkan opsi pangan alternatif berupa sagu untuk mengantisipasi kekurangan pasokan beras. Ia mengatakan saat ini bila kebutuhan beras dalam negeri tidak mencukupi, maka sulit mengandalkan impor karena adanya persoalan produksi di negara asal impor beras.

“Kalau kami biasa impor Thailand dan beberapa negara. Mereka sudah membatasi ekspor ke negara lain. Termasuk bapak ibu sekalian permasalahan pangan ini kami sudah mengolah pangan lain seperti tadi sagu,” ucap Buwas dalam rapat dengar pendapat (RDP) virtual bersama Komisi IV DPR RI, Kamis (9/4/2020).

“Kami sudah bekerja sama dengan beberapa komunitas petani di Indonesia Timur. Di mana divisi daerah kami sudah mulai menyerap sagu untuk kita simpan. Dicadangkan buat masyarakat konsumsi pangan lainnya,” ucap Buwas. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam siaran live Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Jumat (5/4/2020).

Menjaga stok sagu telah menjadi salah satu alternatif yang disiapkan oleh pemerintah dalam hal ini Bulog, untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan. Hal yang jarang kita dengar dilakukan oleh Bulog yang selama ini hanya fokus pada komoditi beras sebagai bahan pangan pokok.

Melihat paparan diatas maka bagaimana petani menjadi pondasi dasar yang penting dalam stabilitas pangan di tengah pandemic covid-19. Untuk tingkat lokal sendiri seperti Kalimantan Barat secara umum dan Ketapang secara khusus, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah.

Bagaimana salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah penggunaan dana bantuan untuk covid 19 dalam bentuk padat karya, dapat difokuskan pada kegiatan agraris tentu dengan tetap menerapkan standar keamanan dan kesehatan sesuai protokol untuk menghindari covid 19.

Penanaman komoditi pangan palawija dan umbi-umbian menjadi bagian penting strategi ke depan dimana hasilnya dapat dibeli kembali oleh pemerintah dan didistribusikan juga kembali ke masyarakat.

Hal ini menjadi upaya dan solusi dari pemerintah untuk penanganan krisis saat ini akibat penerapan social distancing, serta menjadi alternative ke depan untuk menghadapi krisis pangan. (Ed-JWKS)