Search

Himbauan MUI, PBNU dan Muhammadiyah terkait Ibadah Ramadhan ditengah Pandemi Covid-19


Jumat, 24 April 2020 merupakan awal hari pertama puasa Ramadhan bagi umat Islam di dunia. Tak seperti Ramadhan di tahun-tahun sebelumnya, tahun ini Ramadhan dijalankan di tengah situasi pandemic covid-19. Data untuk 24 April saja 2,72 juta orang di dunia yang terinfeksi.

Situasi pandemi Covid-19 bukan halangan bagi umat Islam untuk beribadah selama Ramadhan. Pandemi Covid-19 justru menjadi momen untuk meningkatkan ibadah umat Muslim. Berikut beberapa himbauan terkait menjalankan ibadah Ramadhan dari MUI, PBNU dan Muhammadiyah yang JWKS rangkum.

MUI
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ( MUI) Asrorun Niam Sholeh, mengungkapkan Ibadah Ramadhan harus dijadikan momentum emas untuk mempercepat penanganan wabah Covid dengan etos dan semangat keagamaan. “Wabah Covid-19 bukan halangan untuk beribadah," kata Asrorun dalam konferensi persnya di Graha BNPB, Jakarta, Senin (13/4/2020).
Asrorun mengatakan, bulan Ramadhan harus tetap dijadikan ladang amal untuk beribadah. Namun, menurut dia, tata cara beribadah kali sedikit berbeda karena harus mematuhi protokol kesehatan terkait Covid-19 dengan berdiam diri di rumah. "Hanya saja karena adanya kondisi khusus, maka kebiasaan yang kita lakukan di dalam ibadah Ramadhan selama ini, juga perlu diadaptasi dengan kekhususan itu," ujar dia.

Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan ibadah Ramadhan bagi umat Muslim di tengah pandemi Covid-19:
1.Hindari kerumunan
Asrorun mengimbau umat muslim untuk menghindari kerumunan demi mencegah penyebaran Covid-19. Salah satunya dengan menghentikan sementara kegiatan shalat berjamaah dan aktivitas lainnya di rumah ibadah.

Ibadah Kendati demikian, Asrorun menegaskan, pembatasan berkerumun bukan berarti membatasi ibadah bagi umat Muslim. Sebab, menurut dia, ibadah bisa tetap dilakukan meskipun tanpa berkerumun. "Sekali lagi saya tekankan, pembatasan kerumunan bukan membatasi ibadah karena menurut para ahli kerumunan dalam situasi sekarang menjadi faktor potensial penyebaran wabah," ujar dia.

2.Rumah sebagai tempat ibadah
Asrorun menyebut, dalam kondisi seperti ini umat Muslim diminta untuk menjalankan semua kegiatan ibadah dari rumah. "Kita jadikan rumah tangga sebagai pusat kegiatan ibadah Ramadhan bersama keluarga. Kita jadikan rumah sebagai sentrum kegiatan ibadah," ujar Asrorun.

Asrorun mengatakan, berdasarkan hadis sahih, sebaik-baik shalat adalah di rumah. Oleh karena itu, kata Asrorun, bulan suci Ramadhan di tengah pandemi Covid-19 bisa dijadikan salah satu cara untuk menjadikan rumah sebagai pusat kegiatan keagamaan sementara. "Hikmah Covid-19 menjadikan rumah kita bercahaya dan juga menjadi sentral kegiatan keagamaan," ucap Asrorun.

3.Ubah kebiasaan beribadah.
Setelah melakukan ibadah dari rumah, menurut Asrorun, ada beberapa hal lain terkait ibadah saat Ramadhan yang harus diubah sementara, di antaranya adalah mengubah kebiasaan bersedekan langsung. "Kebiasaan sedekah buka puasa bersama dalam bentuk makanan, kita undang tetangga atau kita hadir dengan buka bersama, kita geser dan kita ganti dengan cara mengirimkannya ke rumah oleh petugas ke rumah-rumah masyarakat yang membutuhkan," ucap dia. "Kebiasaan zakat disalurkan dalam bentuk langsung kita geser menjadi zakat ke lembaga lembaga amil yang terpercaya secara online," kata dia. Asrorun mengatakan, jika biasanya umat muslim memberikan zakat atau sedekah untuk membangun sarana dan prasarana masjid, ada baiknya sumbangan tersebut terlebih dahulu dialokasikan untuk penanganan Covid-19.

Sebab, kata dia, saat ini banyak masyarakat yang memerlukan bantuan karena terdampak oleh wabah Covid-19. "Kita fokuskan alokasi zakat infak dan sedekah kita untuk pemenuhan APD (alat pelindung diri) membantu saudara-saudara kita," ujar dia. Baca juga: Ulama di Jateng Putuskan Zakat Fitrah Dibayarkan Awal Ramadhan Selain sedekah dan zakat, umat Muslim juga diimbau untuk melakukan pengajian secara online sebagai pengganti pengajian offline yang biasa dilakukan di masjid atau majelis taklim. Serta melakukan tadarus shalat Tarawih dan shalat malam di rumah masing-masing. Semua itu, lanjut Asrorun, perlu ditaati agar penyebaran Covid-19 terhenti, tetapi kegiatan beribadah di bulan Ramadhan tetap maksimal.

4.Tidak mudik
juga mengimbau umat Muslim untuk tidak mudik, baik menjelang bulan Ramadhan maupun jelang hari raya Idul Fitri. Hal ini menurut dia penting ditaati untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19.

Asrorun juga menyebut, berdasarkan hadis sahih, Nabi Muhammad SAW melarang umatnya yang berada di daerah terkena wabah untuk keluar dari daerah tersebut. Begitu pula umat yang berada di luar daerah wabah. Mereka diimbau untuk tidak memasuki daerah wabah. "Kalau anda berada di kawasan Jabodetabek, berada di kawasan merah penyebaran, makan jangan keluar dari kawasan merah itu, yang jika anda keluar akan potensial menularkan kepada saudara-saudara kita," ujar dia. Ia pun mengingatkan jangan sampai niat baik bersilaturahim justru menjadi malapetaka bagi orang lain. Oleh karena itu, ia berharap masyarakat khususnya umat Muslim untuk mengikuti anjuran pemerintah untuk tidak mudik. "Jangan sampai niat baik dilakukan dengan cara yang salah berdampak buruk bagi silaturahim. Tujuannya adalah silaturahim, tetapi justru menyebabkan malapetaka, tentu ini akan melahirkan dosa," ujar Asrorun.

PBNU
Imbauan dari Nahdlatul Ulama lewat Surat Edaran Nomor 3953/C.I.034/04/2020 yang dibagikan di akun Instagram resminya, @nahdlatululama, pada Jumat, 3 April 2020 malam.

Dalam surat edaran ini, PBNU menganjurkan agar umat Islam di Indonesia memperbanyak ibadah, khususnya ibadah bulan Ramadhan, di rumah masing-masing selama wabah virus corona.

"Menjalankan salat tarawih selama bulan Ramadhan, dan salat Idul Fitri selama pandemi COVID-19 di rumah masing-masing, atau sesuai protokol pencegahan penyebaran COVID-19 yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah masing-masing," begitu isi surat edaran NU ini.

Selain itu, NU juga kembali mengingatkan warga untuk tetap melakukan pembatasan sosial dan menjaga jarak fisik, termasuk menahan keinginan untuk mudik lebaran selama wabah virus corona.

"Agar senantiasa mentaati keputusan, kebijakan dan imbauan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19, termasuk mengenai mudik lebaran," tutup surat edaran tersebut.

MUHAMMADIYAH
Pimpinan Pusat Muhammadiyah merasa perlu untuk menindaklanjuti sekaligus menyempurnakan Surat Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/MLM/I.0/H/2020 tentang Wabah Coronavirus Disease (COVID-19) dan Nomor 03/I.0/B/2020 tentang Penyelenggaraan Salat Jumat dan Fardu Berjamaah Saat Terjadi Wabah Coronavirus Disease (COVID-19)," ucap Abdul melalui keterangan tertulis, Rabu (1/4/2020).

Lanjutnya, dalam rangka melaksanakan hal itu, sesuai dengan arahan PP Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Majelis Pembina Kesehatan Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC) telah berkoordinasi dan mengadakan rapat bersama pada Sabtu, 26 Rajab 1441 H, bertepatan dengan 21 Maret 2020 M dan menetapkan beberapa keputusan.

Keputusan itu atas dengan mempertimbangkan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah Al-Maqbulah yang dipahami sesuai dengan manhaj tarjih dan berpedoman pada nilai-nilai dasar ajaran Islam dan prinsip-prinsip yang diturunkan darinya serta data-data ilmiah dari para ahli yang menunjukkan bahwa kondisi ini telah sampai pada status darurat.

"Apabila kondisi mewabahnya covid-19 hingga bulan Ramadhan dan Syawal mendatang tidak mengalami penurunan, salat tarawih dilakukan di rumah masing-masing dan takmir tidak perlu mengadakan salat berjemaah di masjid, musala, dan sejenisnya," ujarnya.

Keputusan-keputusan tersebut diambil dengan berpedoman pada beberapa nilai dasar ajaran Islam dan beberapa prinsip yang diturunkan dari padanya. Nilai-nilai dasar dimaksud adalah, pertama, keimanan kepada Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Adil serta Maha Rahman dan Rahim bahwa apa pun yang menimpa manusia tidak lepas dari kehendak Allah Yang Mahakuasa (QS Al-Hadid [57]: 22-23). Tetapi semua yang menimpa manusia itu bukanlah karena Allah tidak adil. Sebaliknya Allah itu Maha Adil dan tidak berbuat zalim kepada hamba-Nya (QS. Fushilat [41]: 46).

Termasuk kegiatan Ramadhan yang lain, seperti ceramah-ceramah, tadarus berjemaah, iktikaf, dan kegiatan berjemaah lainnya," ucap Abdul.

Terkait masalah puasa, Abdul meminta umat Islam tetap melaksanakan puasa. Namun, karena saat ini tengah mewabah COVID-19, terdapat pengecualian bagi umat Islam yang kondisi tubuhnya kurang fit.

"Puasa Ramadhan tetap dilakukan kecuali bagi orang yang sakit dan yang kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik, dan wajib menggantinya sesuai dengan tuntunan syariat. Ini sesuai dengan ayat Al-Qur'an, QS. Al-Baqarah [2] ayat 185," ucapnya.

Selain itu, pihaknya memberi pengecualian terhadap para petugas medis yang tengah bertugas untuk merawat pasien COVID-19. Pengecualian itu adalah anjuran untuk tidak berpuasa saat bertugas.

"Untuk menjaga kekebalan tubuh, puasa Ramadhan dapat ditinggalkan oleh tenaga kesehatan yang sedang bertugas dan menggantinya sesuai dengan tuntunan syariat," ucapnya.

Juga didasarkan pada istidlāl mursal dalam interpretasi Al-Gazzālī (w 505/1111), yaitu argumen maslahat yang selaras dengan tindakan pembuat syariah di tempat lain. Tindakan pembuat syariah di tempat lain, dalam kaitan ini, adalah memberi keringanan kepada orang sakit, musafir, wanita hamil dan menyusui, orang tua bangka untuk tidak menjalankan puasa Ramadhan.

Mereka yang masih dapat menggantinya di luar Ramadhan menggantinya di hari lain di luar Ramadhan. Mereka yang tidak dapat menggantinya di luar Ramadhan karena memang tidak mungkin berpuasa karena sudah sangat tua dan juga wanita muda yang hamil berkesinambungan, menggantinya dengan membayar fidyah.

"Tindakan pemberian keringanan lainnya adalah memberikan dispensasi qasar dan jamak salat dan memberi keringanan pembayaran utang hingga saat mempunyai kelapangan," ujarnya.
Berdasarkan tindakan-tindakan pembuat syariah di tempat lain yang memberi keringanan itu, demi kemaslahatan dan untuk menjaga stamina dan kondisi fisik yang prima, tenaga kesehatan dapat tidak berpuasa selama Ramadhan dengan ketentuan menggantinya pada hari lain di luar Ramadhan.

"Pemberian keringanan kepada tenaga kesehatan (yang bekerja langsung di lapangan) untuk tidak berpuasa selama Ramadhan dalam kondisi merebaknya COVID-19 sejalan dengan tindakan pembuat syariah di tempat lain," katanya.

Terkait anjuran perayaan Idul Fitri di tengah wabah COVID-19, Abdul meminta masyarakat tidak perlu melaksanakan salat Id berjemaah. Namun, apabila kondisi sudah berangsur-angsur kondusif, dia mempersilakan umat Islam untuk menggelar salat Id berjemaah.

"Salat Idul Fitri adalah sunnah muakkadah dan merupakan syiar agama yang amat penting. Namun, jika awal Syawal 1441 H mendatang tersebarnya COVID-19 belum mereda, salat Idul Fitri dan seluruh rangkaiannya (mudik, pawai takbir, halalbihalal, dan lain sebagainya) tidak perlu diselenggarakan," ucapnya.

"Tetapi apabila berdasarkan ketentuan pihak berwenang COVID-19 sudah mereda dan dapat dilakukan konsentrasi banyak orang, maka dapat dilaksanakan dengan tetap memperhatikan petunjuk dan ketentuan yang dikeluarkan pihak berwenang mengenai hal itu. Adapun kumandang takbir Id dapat dilakukan di rumah masing-masing selama darurat COVID-19," pungkas Abdul.

Tentu kita berharap situasi ini dapat segera berakhir. Maka kesadaran dan kepatuhan kita semua untuk berupaya memutus rantai penyebaran covid-19 dengan mematuhi himbauan pemerintah, termasuk juga himbauan saat menjalankan ibadah Ramadhan adalah hal yang pentung kita taati bersama. MUI, PBNU dan Muhammadiyah sebagai organisasi besar keagamaan sudah mengeluarkan himbauan untuk menjalankan ibadah Ramadhan di tengah pandemic covid-19. Selamat menjalankan ibadah Ramdhan. (And-JWKS-dari berbagai sumber)