Search

Ketika Perspektif Gender yang Setara dan Berkeadilan Masuk dalam Materi Kursus Perkawinan

Suasana Kursus Persiapan Perkawinan

Pembicara menyampaikan materi
Sabtu dan Minggu, 08-09 Februari 2020 yang lalu merupakan  jadwal kegiatan kursus persiapan perkawinan bagi calon keluarga muda di lingkup Paroki St. Gemma Galgani Ketapang. Kali ini kegiatan yang dijadwalkan empat kali dalam sethun ini diikuti oleh 34 peserta atau sekitar 17 pasang.

Kegiatan itu diisi berbagai materi mulai dari Komunikasi Suami Istri, KB Alami, Administrasi Perkawinan, Komunikasi Keluarga, Psikologi Pria dan Wanita, Kesehatan dan Reproduksi, Ekonomi Keluarga serta Hukum dan Liturgi Perkawinan. Pemateri sendiri berasal dari berbagai latar belakang dengan membawakan sharring yang tentu menjadi concern mereka.
Menariknya pada materi perspektif gender menjadi bagian yang disisipkan dalam kegiatan yang lebih banyak dalam bentuk sharring ini.

Dokter Thomas, S. POG salah satu pemateri memaparkan misalnya pendidikan seks itu mesti dimulai sejak dini, karena memang manusia sejak lahir secara alami sudah memulai hal itu. “Bayi lahir yang ia cari adalah apa yang bisa ia masukkan ke mulutnya, ini disebut fse oral” jelas dokter yang berkarya di RS. Fatima ini. Kemudia ia memaparkan bahwa tidak benar stereotype yang mendeskreditkan perempuan diperkosa karena dari pakaian yang dikenakannya. “Lihat video ini, pakaian korban tidak mesti terbuka, ada yang pakai seragam dan lainnya, itu artinya apa, pikiran untuk memperkosa itu memang dari rencana jahat dari pemerkosanya sendiri, sementara kita lihat dalam masyarakat tradisional jaman dulu yang lebih terbuka, tidak ada pemerkosaan itu”, jelasnya kembali.

Sementara pada materi ekonomi keluarga diawali dengan pemaparan tentang gender, dimana peserta diajak membedakan apa itu seks dan apa itu gender. Selain itu diputarkan juga sebuah video berjudul Immposible Dream? Yang menceritakan beban ganda yang sering dipikul oleh perempuan. Menariknya peserta mendiskusikan video itu dengan realita yang mereka hadapi sendiri dalam keluarga. Akhirnya mereka pun membuat komitmen bagaimana mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam lingkup keluarga yang akan mereka bentuk.

“Saya akan berbagi peran dengan istri saya nanti serta akan memberi kesempatan baginya untuk berkarir”, ungkap Elder salah satu peserta yang berasal dari Kabupaten Sanggau.
Selama ini memang diketahui peran perempuan masih sebatas isu domestic saja. Belum lagi berbagai stereotype, mitos dan norma-norma yang mengkungkung hak mereka untuk dapat mengaktualisasikan dirinya lebih setara. Bicara tentang gender bukan bicara tentang perempuan saja tapi juga kaum pria serta berbagai aspek lainnya.

Mengkosnstruksi peran gender untuk mengubah stereotype dan nilai yang sudah terbentuk di masyarakat bukanlah hal yang mudah, tapi bukan juga hal yang mustahil untuk dikonstruksi ulang. Menyisipkan materi gender dalam kegiatan kursus persiapan perkawinan ini salah satu bentuk komitmen dari Komisi Keluarga membentuk keluarga-keluarga Kristiani yang lebih sadar dan peduli akan gender yang setara dan berkeadilan. (JWKS)