Foto : Tim CUPS menyusur Sungai Jelai menuju Dusun Batu Belang |
Foto : Pertemuan bersama warga |
foto : walau harga karet turun, warga tetap menekuninya, terlihat kepingan karet yang direndam di sungai |
Gemericik air sungai dibelah lajunya sampan berkapasitas 5 orang
pagi itu di sungai Jelai. Tangan terampil si empunya sampan yakni Andreas Magu
yang sesekali menggunakan dayungnya sebagai kemudi untuk mengarahkan sampan ke
tepi sungai. Sungai Jelai sendiri saat ini sedang surut seiring dengan
datangnya musim kemarau.
Kicau burung menyapa para penumpang yang hendak
naik ke daratan. Nampak satu-satunya gadis muda diantara rombongan, ia terlihat
hati-hati meniti tangga yang menghubungkan ke bibir tebing. “Ingat kampung
halaman kalau lewat sungai ini”, seru gadis yang bernama Angela Yuni merujuk
kampungnya di Congkong, Hulu Sungai.
Nama tempat yang mereka datangi siang itu
adalah Dusun Batu Belang, Desa Terusan Kecamatan Manismata. Mereka sendiri
datang dari Air Upas dan harus menempuh perjalanan bermotor menyusuri jalan
Setapak di desa Terusan yang kemudian harus menyebrang sungai Jelai.
“Kita datang dengan misi memberdayakan
masyarakat di bidang ekonomi”, ungkap Rano salah satu dari rombongan yang
rupanya berasal dari sebuah lembaga pemberdayaan bernama CU. Pancur
Solidaritas.
Andreas Magu, pria yang menyebrangkan rombongan
itu menceritakan latar belakang masyarakat Dusun Batu Belang. “Karet dan
mencari ikan adalah sebagian dari profesi masyarakat di sini, karena akses
transportasi yang masih terbatas ya menjadi tantangan tersendiri bagi
masyarakat-lah”, ungkap pria yang merantau dari Kabupaten Sintang ini sambil
menunjuk kepingan karet yang direndam di tepi sungai.
Namun ditengah keterbatasan tersebut masyarakat
Dusun Batu Belang memiliki semangat untuk memanajemen keuangan keluarga hal ini
terlihat dari antusiasme mereka untuk menabung. “Kalo orang tua dulu nabungnya
pohon durian, kita paling tidak juga punya niatan menabung untuk anak cucu kita, minimal buat sekolah mereka-lah”, ungkap
Jahadin yang siang itu mengikuti pertemuan bersama.
Kangan yang juga Koordinator CUPS TP. Air Upas
mengaku antusiasme warga ini mulai tumbuh ketika mereka sering melakukan pertemuan
dan berdiskusi tentang pentingnya mindset
pengelolaan ekonomi keluarga. “Ya kita lihat komoditi mereka karet yang
harganya jatuh, tak membuat mereka jatuh tak bersemangat, namun mereka tetap
giat berusaha, keterbatasan akses keuangan dengan letak geografis yang lumayan
menantang ini, tentu menjadi panggilan bagi kami untuk melayani masyarakat
disini”, jelasnya.
Pentingnya pengelolaan keuangan juga dirasakan
oleh masyarakat pedalaman. Bagaimana hasil dari kerja keras mereka dikelola dengan
bijak dan yang paling penting mereka juga telah memiliki tabungan yang dapat
digunakan untuk kebutuhan mereka. “Uang itu berhantu kalo simpan di rumah, kalo
ndak disiplin habis ditarik-tarik terus, tapi kalau ditabungkan yang pastinya
ketika kita butuh untuk keperluan kita termasuk sekolah anak kita bisa pinjam
di CU”, pungkas Andreas Magu kembali.
Semilir angin kemarau menerpa rumah panggung
berlantai papan tempat mereka melakukan pertemuan. Gelak canda tawa mereka
menghiasi diskusi hari itu membelah keheningan dusun yang tak jauh dari Sungai
Jelai itu. Canda mereka menunjukkan gairah dan semangat untuk menata masa depan
yang lebih baik, semoga. (JWKS)