Foto : Aktivitas Bayu sebagai Juru Parkir dari kaum Difabel |
Foto : Bayu Eri, menyuarakan kesetaraan kesempatan kerja di sektor formal bagi kaum difabel |
“Sepi bang,…untuk dapat lima puluh ribu sehari saja sekarang susah sekali”, ungkapnya sambil sesekali menyeka keringat di dahinya. Siang itu cuaca cukup terik di sebuah kawasan Pasar Baru Ketapang atau masyarakat mengenal sebagai kawasan “Bobo” Pasar Baru.
Sesekali mata awasnya mengamati kendaraan baik itu mobil atau motor yang melintas pelan seperti akan singgah ke parkiran di kawasan itu. Baginya, singgahnya sebuah kendaraan adalah rezeki baginya yang dapat ia bawa pulang sebagai harapan bagi keluarganya di rumah.
Nama pria itu Bayu Eri seorang difabel yang memiliki semangat yang luar biasa. Kurang lebih tiga tahun belakangan ini ia menekuni profesi sebagai tukang parkir. “Tangan saya tiga hari ini agak bermasalah, keseleo menghindari anak-anak ngebut di jalan gang dimana saya mengontrak”, ungkapnya.
Bayu sendiri telah berkeluarga, ia memiliki tiga anak namun salah satu anaknya yang terlahir kembar pada bulan lalu meninggal dunia. Ia bersama istri dan dua anaknya tinggal di kontrakan sederhana di kawasan Mulia Baru. Istrinya sendiri hanyalah ibu rumah tangga yang sesekali membuat kue kering untuk dijual.
“Istri jualan kue kering, tapi ini habis melahirkan, habis operasi ya istirahatlah dulu”, ungkapnya sambil tersenyum.
Ia mengaku lumayan lelah ketika bekerja sebagai juru parkir, namun himpitan ekonomilah yang mendorong ia terus bekerja keras menekuni profesi ini. Ia sendiri mengaku memiliki keahlian di bidang komputer dan desain grafis atau cenderung ke bidang seni. Selain itu ia juga tergabung dalam atlit National Paralympic Committee (NPC) Ketapang.
“Saya sebenarnya juga sudah memasukkan lamaran-lamaran, salah satunya ke instansi pemerintah, coba-coba honor gitulah dengan ketrampilan saya, tapi belum juga dipanggil kayanya, kata mereka sabar dulu seperti itu”, ujarnya lirih.
Ia berharap pemerintah dapat memberi kesempatan bagi kaum difabel untuk dapat mengaktualisasikan diri dengan bekerja sesuai ketrampilan yang dimiliki, syukur-syukur dapat turut berperan dalam pelayanan publik bagi masyarakat.
Kesempatan bekerja yang layak di sektor formal bagi kaum difabel memang belum terlalu banyak. Di daerah lain seperti di NTT baru-baru ini membuat terobosan dengan mengangkat salah satu staf khusus dari kaum Difabel. Namanya Dina Novista Noach seorang penyandang disabilitas yang memenangkan lomba karya tulis bertema layanan perbankan bagi kaum difabel.
Dalam karya tulisnya Dina memprotes kebijakan pemerintah NTT, yang belum memberikan perhatian yang serius terkait pelayanan umum, bagi kaum penyandang disabilitas secara keseluruhan. Bahkan ia menilai, layanan umum milik pemerintah seperti memandang sebelah mata bagi kaumnya.
Kritikanya itu direspon positif oleh Gubernur Viktor Laisikodat dengan mengangkat Dina sebagai staf khusus dan penasihat Gubernur bagian disabilitas.
Kisah di NTT itu bolehlah juga menjadi pembelajaran bagi daerah lain, tanpa terkecuali di Ketapang untuk lebih memberdayakan dan melibatkan kaum difabel untuk dapat bekerja sesuai dengan bidang dan ketrampilan yang dikuasainya.
“Saya ndak neko-neko, pengen bekerja lebih baiklah untuk menghidupi keluarga, punya rumah sederhana bisa sekolahkan anak, semoga ada kesempatan itu harap dan doa saya”, pungkas Bayu sambil menggerakkan kursi rodanya memburu rezeki di seberang jalan dimana pembeli dengan kendaraan bermotor akan beranjak dari kios kaki lima disitu. (Sielvi-JWKS)