Search

Maskapai Harus Gencarkan Sosialisasi Tarif Bagasi Hindari Insiden Penumpang Mengamuk Terulang

Kejadian penumpang yang mengamuk di Bandara Rahadi Oesman
Selasa, 22 Januari 2018 mungkin menjadi hari yang mengesalkan bagi OS (23 th) pemuda yang berasal dari Dusun Silingan Kecamatan Kendawangan. Betapa tidak, hari itu seharusnya ia akan berangkat ke Bandung untuk pelaksanaan wisuda namun karena insiden pelampiasan emosi di bandara Rahadi Oesman Ketapang mengharuskan ia diperiksa oleh Polres Ketapang.

Kejadian yang berlangsung pada sore hari itu berawal dari ia yang check in di pelayanan maskapai Wings Air dimana tak seperti biasanya bagasi yang biasanya free hingga batas tertentu, harus ia bayar semua. Memang hari itu maskapai Wings Air baru saja menerapkan bagasi berbayar. Terang saja ia pun terkejut karena diminta untuk membayar uang sebesar Rp 671.000 dengan rincian biaya per kilogram tujuan Pontianak sebesar Rp 25.000 dan Pontianak-Bandung Rp 36.000. Cekcok pun terjadi, entah seperti apa ia pun emosi dan pulang ke kosnya di kawasan jalan P. Bandala. Kemudian ia kembali lagi ke bandara membawa senjata tajam dan mulai melampiaskan emosi. Ia pun akhirnya harus diamankan polisi dan diminta keterangan.

Belajar dari kasus ini maka penting dari maskapai yang menerapkan bagasi berbayar harus mensosialisasikan ke masyarakat luas. Karena memang kebanyakan masyarakat terkejut diharuskan untuk membayar bagasi yang biasanya free hingga berat tertentu. Seperti yang dialami pemuda Ok dimana ia harus membayar seharga tiket Ketapang-Pontianak bahkan lebih mahal.

“Jelas ini harus disosialisasikan benar, kalau tidak kejadian penumpang marah-marah ini akan terus berulang”, ungkap Asih salah satu warga Ketapang.
Kebijakan beberapa maskapai ini memang dinilai memberatkan pengguna jasa penerbangan. Mereka harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit ketika harus bepergian dan membawa barang yang cukup banyak.

“Maskapai harus bijak sebenarnya menerapkan aturan ini paling tidak ada batas minimal misalnya 7 Kg yang dibebaskan, kelebihannya yang harus bayar, jangan seperti ini”, ungkap Rizal salah satu warga.

Kembali ke kasus pemuda Oktavianus, Maran yang juga Kadus Silingan berharap ada solusi yang terbaik bagi masalah ini sehingga salah satu warganya dapat tetap dapat mengikuti kegiatan wisuda di kampusnya. “Mohon solusi atas kitadak-tahuan dan kesalah-pahaman ini, agar yang bersangkutan bisa tetap wisuda sambil menyelesaikan kasus yang menimpanya, kita berharap kebijaksanaan yang terbaiklah”, harapnya.

Pengguna jasa dan penyedia jasa penerbangan memang memiliki hubungan yang tak dapat dipisahkan. Hal-hal terkait peraturan-peraturan baru apalagi yang menyangkut sesuatu yang dibebankan pada pengguna jasa memang harus secara transparan untuk disosialisasikan sehingga hal-hal semacam ini tidak terulang lagi dikemudian hari. (JWKS)

0 Komentar