Biasanya dua
hari menjelang hari raya keagamaan, tiap keluarga sudah mulai menyiapkan
masakan-masakan yang menggugah selera yang akan di santap pada hari H. Namun
biasanya masakan special tidak saja disiapkan untuk santap pada hari H namun
juga dikhususkan untuk menghantar tetangga ataupun sanak saudara yang berbeda
keyakinan.
Pernahkah anda menemukan fenomena
ini atau bila pernah, masih berlangsungkah budaya itu hingga kini?. Pada era
1990-an fenomena semacam ini sangat lumrah terjadi di daerah seperti Ketapang. Misal
pada hari menjelang Idul Fitri maka keluarga atau tetangga yang muslim akan
menghantar masakan-masakan dalam rantang bersusun. “Biasanya terdiri ketupat
dan rending serta lauk pauk khas lebaran”, ujar bu Utin yang tinggal di
kawasaan jalan Sudirman, Ketapang.
Begitu pula ketika hari raya yang
lain tiba misal Natal, maka keluarga nasrani tadi akan menghantarkan masakan
kepada tetangganya yang Muslim. Mereka biasanya meminta juru masak dari
kalangan Muslim pula. Mulai dari memotong ayam sampai memasaknya sehingga
masalah ke-halalan tidak diragukan lagi.
Dewasa ini budaya hantar-menghantar
ini mulai bergeser bahkan jarang dijumpai. Berbagai alasan mulai dari repot,
menambah beban biaya, kaum tua sudah berganti dengan kaum milenial dan
lain-lain. Namun yang mengkhawatirkan adalah bila alasannya adalah karena buat
apa hantar-menghantar karena aku dan dia memang berbeda dan memiliki jalan
masing-masing, jadi tak perlulah berbaik hati. Memang diakui untuk membuat
masakan istimewa tentu memakan waktu, tenaga dan materi namun tentu “nilai
persaudaraan” tak dapat dinilai dengan uang.
Rasa persaudaraan memiliki efek
domino atau multiple effect bagi
dimensi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Bayangkan lewat makanan terjalin
rasa persaudaran dan kebersamaan yang menjaga stabilitas dan rasa nyaman. Makanan
seolah-olah ingin berbicara “Mari rayakan hari bahagia ini denganku apapun
latar belakangmu”.
Maka berbahagialah anda yang masih
melakukan budaya rantang hantaran ini baik bagi keluarga maupun bagi tetangga
karena sejatinya anda sedang merawat keragaman dan rasa kebersamaan. Budaya ini
tak boleh putus, tularkanlah pada generasi penerus kita, anak-anak kita. Lewat hal-hal
sederhana inilah kita semakin memaknai indahnya hidup bersama dalam bingkai
Bhinneka Tunggal Ika. Budaya Rantang itu harus menjadi sebuah legacy bagi kita bersama. (JWKS)
0 Komentar